Ditulis oleh : Engkos Kosasih
Penulis saat ini merupakan Ketua RW. 019 Perumahan Grand Permata
Perundang-undangan yang mengatur tentang pemukiman dan perumahan rakyat telah memberikan ruang lebar bagi swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan rakyat. Namun tentunya dengan tujuan profitabilitas (bussiness oriented). Celakanya, banyak pengembang (developer) yang membangun namun tanpa modal yang memadai. Para pengembang kecil dan menengah seperti PT. Harika Profertyndo Utama memanfaatkan program negara KPR Fasiltas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dengan lebih mengutamakan pembangunan rumah subsidi. Yang menjadi masalah kemudian adalah longgarnya aturan serta minimnya sistem pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha perumahan karena massifnya praktik suap. Tidak sedikit pengembang yang berbuat curang terhadap pemenuhan hak warga sebagai konsumen baik berupa bangunan rumah dengan kualitas buruk maupun fasos, fasum dan utulitas yang tidak ada seperti; sarana ibadah, sarana olah raga, sarana kesehatan dan pendidikan, pemadam kebakaran, pasar dsb. Bahkan keutuhan tata ruang dan pertimbangan lingkungan kerap kali dilanggar. Tentu saja dengan buruknya kualitas perumahan tersebut kedepan akan sangat menjadi beban ekonomi bagi warga.
Penulis saat ini merupakan Ketua RW. 019 Perumahan Grand Permata
(Bag.I)
Perundang-undangan yang mengatur tentang pemukiman dan perumahan rakyat telah memberikan ruang lebar bagi swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan rakyat. Namun tentunya dengan tujuan profitabilitas (bussiness oriented). Celakanya, banyak pengembang (developer) yang membangun namun tanpa modal yang memadai. Para pengembang kecil dan menengah seperti PT. Harika Profertyndo Utama memanfaatkan program negara KPR Fasiltas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dengan lebih mengutamakan pembangunan rumah subsidi. Yang menjadi masalah kemudian adalah longgarnya aturan serta minimnya sistem pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha perumahan karena massifnya praktik suap. Tidak sedikit pengembang yang berbuat curang terhadap pemenuhan hak warga sebagai konsumen baik berupa bangunan rumah dengan kualitas buruk maupun fasos, fasum dan utulitas yang tidak ada seperti; sarana ibadah, sarana olah raga, sarana kesehatan dan pendidikan, pemadam kebakaran, pasar dsb. Bahkan keutuhan tata ruang dan pertimbangan lingkungan kerap kali dilanggar. Tentu saja dengan buruknya kualitas perumahan tersebut kedepan akan sangat menjadi beban ekonomi bagi warga.
Realitas sosio-ekonomi di dalam entitas perumahan Grand
Permata memang
sangat sederhana. Perumahan ini hanya menjadi tempat tinggal para keluarga tanpa
ada pusat kegiatan bisnis, perkantoran publik dan kegiatan pemerintahan di
dalamnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, warga perumahan
senantiasa melakukan pergulatan inisiatif dalam melangsungkan kehidupanya.
Salah satu diantaranya adalah bagaimana warga menata ekonomi keluarga di tengah
keadaan ekonomi baik nasional maupun global yang selalu tidak menentu (rentan
terhadap resesi bahkan malaise).
Warga akan berpikir bagaimana cara meningkatkan pendapatan keluarga di satu
sisi usaha dan menekan belanja
di sisi usaha yang berlainan.
Mayoritas warga perumahan yang berstatuskan kaum
pekerja terutama di industri manufaktur telah menggambarkan perspektif sosial
yang pengejawantahannya,
warga sendiri kurang
memahami lebih jauh mengenai dinamika ekonomi terutama faktor-faktor yang
memengaruhi dan faktor penentunya. Kondisi ini disebabkan oleh suatu relasi
sosio-ekonomi (utama) yang disadari atau tidak telah lebih dulu mengaleanasi
kehidupannya yang sebenarnya memerlukan kebebasan.
Alasan paling sahih yang kemudian mengemuka adalah watak
Individualistik yang telah lama berlangsung menyejarah sejak berdirinya
perumahan ini. Individualisme bukan saja berhasil melucuti budaya gotong
royong, mereduksi praktik silaturahmi bahkan juga mengarah pada penghancuran
ekonomi keluarga. Namun aleanasi sosioal yang telah sampai pada derajat
individualistik seolah enggan menjauh dari hakikat manusia sebagai makhluk
sosial yang betapa membutuhkan satu sama lain. Justru, kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi seperti smart phone, televisi, internet dll, turut menarik bentangan demarkasi keluarga dengan
tetangga atau pun lingkungan.
Sehingga
kesempatan orang untuk bercengkrama, berdiskusi dan berbagi kebahagiaan
telah ternegasikan.
Tidak berhenti di situ. Warga terus menerus mencari
jalan keluar dari masalah-masalah individualnya
serta mengupayakan pemenuhan atas segala kebutuhan hidup keluarganya walau
minim bantuan tetangga yang bergerak simultan dengan kian
pudarnya toleransi. Hal inilah yang bagi setiap orang pada akhirnya mengajukan
suatu tujuan
kemandirian kelurga pada
pengertian yang sempit tentang sebuah ilustrasi struktural mahligai sorga
(baiti jannati).
BERSAMBUNG >>