Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Membangun Demokrasi Ekonomi Di Dalam Perumahan (Bag.I)

Jumat, 15 Februari 2019 | Februari 15, 2019 WIB Last Updated 2019-02-15T10:33:44Z




Ditulis oleh : Engkos Kosasih
Penulis saat ini merupakan Ketua RW. 019 Perumahan Grand Permata


 (Bag.I)

Perundang-undangan yang mengatur tentang pemukiman dan perumahan rakyat telah memberikan ruang lebar bagi swasta untuk berpartisipasi membangun perumahan rakyat. Namun tentunya dengan tujuan profitabilitas (bussiness oriented). Celakanya, banyak pengembang (developer) yang membangun namun tanpa modal yang memadai. Para pengembang kecil dan menengah seperti PT. Harika Profertyndo Utama memanfaatkan program negara KPR Fasiltas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dengan lebih mengutamakan pembangunan rumah subsidi. Yang menjadi masalah kemudian adalah longgarnya aturan serta minimnya sistem pengawasan pemerintah terhadap pelaku usaha perumahan karena massifnya praktik suap. Tidak sedikit pengembang yang berbuat curang terhadap pemenuhan hak warga sebagai konsumen baik berupa bangunan rumah dengan kualitas buruk maupun fasos, fasum dan utulitas yang tidak ada seperti; sarana ibadah, sarana olah raga, sarana kesehatan dan pendidikan, pemadam kebakaran, pasar dsb. Bahkan keutuhan tata ruang dan pertimbangan lingkungan kerap kali dilanggar. Tentu saja dengan buruknya kualitas perumahan tersebut kedepan akan sangat menjadi beban ekonomi bagi warga.

Realitas sosio-ekonomi di dalam entitas perumahan Grand Permata memang sangat sederhana. Perumahan ini hanya menjadi tempat tinggal para keluarga tanpa ada pusat kegiatan bisnis, perkantoran publik dan kegiatan pemerintahan di dalamnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, warga perumahan senantiasa melakukan pergulatan inisiatif dalam melangsungkan kehidupanya. Salah satu diantaranya adalah bagaimana warga menata ekonomi keluarga di tengah keadaan ekonomi baik nasional maupun global yang selalu tidak menentu (rentan terhadap resesi bahkan malaise). Warga akan berpikir bagaimana cara meningkatkan pendapatan keluarga di satu sisi usaha dan menekan belanja di sisi usaha yang berlainan.

Mayoritas warga perumahan yang berstatuskan kaum pekerja terutama di industri manufaktur telah menggambarkan perspektif sosial yang pengejawantahannya, warga sendiri kurang memahami lebih jauh mengenai dinamika ekonomi terutama faktor-faktor yang memengaruhi dan faktor penentunya. Kondisi ini disebabkan oleh suatu relasi sosio-ekonomi (utama) yang disadari atau tidak telah lebih dulu mengaleanasi kehidupannya yang sebenarnya memerlukan kebebasan.

Alasan paling sahih yang kemudian mengemuka adalah watak Individualistik yang telah lama berlangsung menyejarah sejak berdirinya perumahan ini. Individualisme bukan saja berhasil melucuti budaya gotong royong, mereduksi praktik silaturahmi bahkan juga mengarah pada penghancuran ekonomi keluarga. Namun aleanasi sosioal yang telah sampai pada derajat individualistik seolah enggan menjauh dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang betapa membutuhkan satu sama lain. Justru, kemajuan teknologi komunikasi dan informasi seperti smart phone, televisi, internet dll, turut menarik bentangan demarkasi keluarga dengan tetangga atau pun lingkungan. Sehingga kesempatan orang untuk bercengkrama, berdiskusi dan berbagi kebahagiaan telah ternegasikan.

Tidak berhenti di situ. Warga terus menerus mencari jalan keluar dari masalah-masalah individualnya serta mengupayakan pemenuhan atas segala kebutuhan hidup keluarganya walau minim bantuan tetangga yang bergerak simultan dengan kian pudarnya toleransi. Hal inilah yang bagi setiap orang pada akhirnya mengajukan suatu tujuan kemandirian kelurga pada pengertian yang sempit tentang sebuah ilustrasi struktural mahligai sorga (baiti jannati).

BERSAMBUNG >>

×
Berita Terbaru Update